Fitoplankton Menghilang dengan Cepat di Samudera Hindia, dan Bisa Menjadi Malapetaka

Sebuah studi kelautan menjelaskan hilangnya fitoplankton secara cepat mengancam membuat Samudera Hindia menjadi padang pasir ekologi (ecological dessert). Penelitian tersebut mengungkap bahwa populasi fitoplankton telah menurun 30% selama 16 tahun terakhir, yang diyakini disebabkan oleh permukaan air laut yang makin menghangat. Campuran lapisan-lapisan air laut membawa nutrien fitoplankton dari kedalaman air laut yang gelap ke permukaan air laut yang terkena sinar matahari, di mana tumbuhan-tumbuhan laut kecil tumbuh.
Hilangnya mikroba-mikroba ini, yang membentuk dasar dari jaringan makanan di samudera, bisa merusak ekosistem kawasan tersebut, seperti disampaikan oleh Raghu Murtugudde, seorang oceanografi dari University of Maryland, AS.
“Jika kita mengurangi populasi makanan di rantai terdasar makanan, maka akan terjadi malapetaka ekologi,” kata Murtugudde. Penurunan populasi fitoplankton berdampak pada penuruan tangkapan ikan tuna sebanyak 50 hingga 90 % selama 50 tahun terakhir di Samudera Hindia, lanjutnya. “Kita perlu bersiap diri, hal ini mungkin terjadi di kawasan lain di dunia”.

Permukaan air laut yang berwarna karena oksigen – Sebuah penelitian menyebutkan adanya penrunan produksi fitoplankton pada di Samudera Hindia barat, penelitian baru menunjukkan. Penelitian itu melacak perubahan warna air di laut disebabkan oleh ada tidaknya fitoplankton, seperti yang terlihat pada warna yang berputar-putar karena fitoplankton pada 2013. Sumber : Sciencenews.org
Di abad 20, suhu permukaan laut di Samudera Hindia naik sekitar 50% lebih tinggi dibanding rata-rata globlal. Sebuah investasi yang dilakukan sebelum ini mengungkap bahwa naiknya suhu permukaan laut ini berdampak pada naiknya populasi fitoplankton. Tapi, penelitian tersebut hanya melihat pada tren beberapa tahun saja, sehingga tidak cukup untuk mengidentifikasi kencenderungan jangka panjang.
Roxy Mathew Koll, seorang ahli cuaca dari Indian Institute of Tropical Meteorologu di Pune, bersama  Mutugudde dan beberapa rekannya mengikuti jejak fitoplankton miskroskopis ini dari angkasa. fitoplankton, seperti tumbuhan darat, berwarna hijau. Ketika permukaan laut terisi fitoplankton, airnya seolah menjadi berwarna semburat hijau. Seiring menipisnya populasi fitoplankton, airnya berwarna lebih gelap, dan lebih kebiru-biruan.
Dari gambar-gambar permukaan air laut yang diambil dari  satelit selama 16 tahun terakhir, para peneliti mengemukan penurunan 30% populasi mikroba warna hijau dalam setiap meter kubik air. Gambar-gambar tersebut kemudian dikombinasikan dengan simulasi komputer samudera hindia, peneliti merekonstruksi kenaikan dan penurunan populasi fitoplankton di kawasan tersebut selama 6 dekade terakhir. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa populasi fitoplankton di Samudera Hindia bagian barat turun 20% pada 1950.
Kenaikan suhu permukaan air laut telah berdampak pada penurunan fitoplankton secara jangka panjang. Untuk bertahan, phytoplankton mengandalkan nitrat yang diproduksi oleh bakteri yang tinggal di 100-500 m di bawah permukaan laut. Nitrat ini teraduk dan terbawa ke atas seolah terbawa arus air dari bawah. Air laut yang hangat mempunyai tekanan yang kurang, dan berada dekat dengan permukaan laut. Karena suhu permukaan laut menjadi lebih hangat dibanding suhu di bawah karena perubahan iklim, dua lapisan air laut ini menjadi makin sulit bercampur, dan nutrien menjadi lebih jarang di lapisan air laut yang hangat dan terkena sinar matahari.

[sumber : mongabay.co.id]

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »